Pages

Wednesday, 10 August 2016

Review on Harry Potter and the Cursed Child

Sebagai seorang Potterhead selama bertahun-tahun, saya bisa bilang kalau saya adalah fans yang pilih jalur aman. Saya tidak baca buku-buku Rowling yang lain, saya tidak baca fanfiction, dan saya sama sekali tidak excited ketika berita tentang Cursed Child yang akan di teaterkan maupun Fantastic Beast yang akan difilmkan muncul. Buat saya, Hogwarts selamanya akan jadi fantasi terliar saya, tapi sudah cukup. Cukup ditutup dan disimpan sebagai bagian dari masa kecil yang menyenangkan.



Tapi, sebagai orang yang tumbuh bersama Harry Potter, saya tidak bisa tidak penasaran dengan isi ceritanya. Jadilah saya baca Special Rehearseal Edition Script Harry Potter and the Cursed Child Part I and II dan inilah pendapat saya,

Warning! Contain major spoiler. Do not read unless you have finished the Cursed Child book or if you want to know the story


It's a great disappointment. Sigh
Cerita ini terjadi 22 tahun setelah pertempuran Hogwarts. Anak-anak Harry dan Ginny masuk Hogwarts. Yang mengejutkan, Albus Severus Potter--satu-satunya anak Harry yang mewarisi mata hijaunya--masuk asrama Slytherin dan bersahabat baik dengan Scorpius Malfoy. Okay, nothing wrong with this one. Tahun-tahun berlalu, sampai akhirnya di tahun ke empat Albus, Albus nggak sengaja mendengar Harry menolak Amos Diggory yang memohon habis-habisan supaya Harry pakai pembalik waktu dan menyelamatkan anaknya. Yeap, that Cedric. Albus, merasa bertanggung jawab atas kesalahan ayahnya di masa lalu (which is live, and cedric died) nekat mengajak Scorpius untuk mencuri pembalik waktu dan mengubah sejarah, menyelamatkan Cedric. Dibantu oleh Delphi, keponakan Amos, mereka menyusup ke kementerian untuk mencuri pembalik waktu dari Hermione Granger, menteri sihir (yep, you read it right). Yah cerita selanjutnya bisa ditebak, Albus dan Scorpius ganguin Cedric di tugas pertama, masa depan berubah. Mereka balik lagi dan gangguin Cedric di tugas kedua, masa depan berubah lebih suram. Terus mereka akhirnya gangguin mereka yang lagi gangguin Cedric dan masa depan balik seperti awal. Plot twist-nya adalah saudara-saudara~ ternyata ada penjahat yang mau pakai pembalik waktunya untuk buat Voldemort berkuasa lagi. Dan dia adalaaaaaaah *drum roll* Delphi!

Dan Delphi adalaaaaah *DRUM ROLL PLEASE* anak dari Voldemort dan Bellatrix Lestrange

Hello~ Is this some sort of fanfiction or what. Okay I got the moral of the story. 'it is dangerous playing with time' 'parents are great influence for their child' 'everyone learning to be a good parents' 'we have to embrace our fate' etc etc etc.

Tapi sungguh, buat saya ini mengecewakan. Saya mungkin tidak dengan sadar paham ini ketika saya masih kecil, tapi mungkin, yang membuat saya jatuh cinta dengan Harry Potter adalah cerita yang konsisten, dengan karakter yang dekat, dan masuk akal, dan detail, dan sesungguhnya merupakan cermin dari masyarakat kita yang sebenarnya. Dalam serialnya, tulisan Rowling tumbuh bersama pembacanya. Ada kepahitan yang diajarkan, ada sakit hati yang harus dialami, dan kita diminta untuk memahami itu. Orang-orang yang kita sayangi pergi dalam cerita, karena di setiap kepergiannya ada kisah dan keberanian. Setiap karakter hidup dengan nyata hingga kini, karena Rowling menuliskan dengan konsisten bagaimana Ron cemburu, atau Parvati yang centil, atau Harry yang tidak stabil emosinya. Dan tokoh-tokoh itu hidup bersama kita, dekat, dan sangat mungkin terkadang kita menjadi seceroboh mereka. Selama hampir dua puluh tahun sejak kisah ini dimulai. Dan konsistensi ini tidak ada dalam Cursed Child.

Tokoh-tokoh yang telah kita kenal, digambarkan dengan berbeda. Dalam Cursed Child, saya hanya melihat Harry yang penuh ketakutan dan menyalahgunakan kekuasaan yang dia punya. Bukan Harry yang yakin akan apa yang dipilihnya, atau anak yang selalu mempertanyakan kemampuannya untuk mengemban tanggung jawab. Saya melihat Ronald yang konyol dan penuh kasih sayang meluap luap. Bukan Ronald yang setia, yang sadar bahwa dia adalah pemeran pembantu dan melakukannya dengan baik, yang adalah sahabat baik Harry dan akan bersamanya sampai akhir... 

Dari segi plot cerita, yah, saya tidak baca fanfiction, tapi saya yakin beginilah bentuknya fanfiction. Ayolah. Voldemort...? Rowling pernah menggarisbawahi bahwa alasan dia membuat Bellatrix dan Molly berhadapan di pertempuran terakhir adalah karena ingin menyajikan dua orang yang begitu berbeda, yang satu penuh dengan kecintaannya pada keluarganya, sementara yang satu penuh dengan obsesi pada tuannya. That's it, saya menilai bahwa apa yang Bellatrix rasakan pada Voldemort bukanlah lust, tapi obsesi berlebihan, masochistic ingin diperbudak. Dan Voldemort? Dengan segala macam keangkuhannya bahwa dia bukan mere man dan segala macam kebenciannya pada ayah dan ibunya..? Saya sama sekali tidak bisa membayangkan.

Tulisan-tulisan lain dapat menguraikan teori-teori atau pujian-pujian. Tapi buat saya, Cursed Child tidak lebih dari sebuah fanservice yang Rowling berikan untuk terus menghidupkan dunia Harry Potter. Munculnya Cursed Child mau tidak mau membuat saya kagum juga, betapa Wizarding World ini masih berpotensi untuk dikembangkan dan terus dikembangkan. Kekecewaan saya terhadap Cursed Child mungkin juga didasakan pada bentuk penulisannya yang berupa naskah teater, yang jelas berbeda dengan membaca novel, sehingga banyak detail yang tidak tertulis.

Tapi terlepas dari itu semua, saya masih setia menunggu, dengan beharap ada keajaiban, Rowling mau menerbitkan Hogwarts, A History atau The Life and The Lies of Albus Dumbeldore untuk kita suatu saat nanti.

No comments:

Post a Comment