Pages

Thursday 25 August 2016

Seri Hortensia #2: Ibunya Komunikasi

Buket hortensia yang kedua, saya berikan pada Ibundanya Komunikasi UI. Namanya Endah Triastuti, kami simply mengenalnya sebagai "Mbak Titut". Mbak Titut ini penguji saya. Beliau Kepala Program Sarjana Komunikasi, dan beliau adalah dosen yang meninggalkan banyak kenangan selama empat tahun saya berkuliah.

Kelas spesial kajian budaya


Kalau membicarakan Mbak Titut, yang paling saya ingat adalah satu hari kelas Kajian Budaya dimana kami diminta untuk memakai pakaian yang tidak semestinya dipakai oleh mahasiswa. Hari itu, teman-teman kajian media saya benar-benar seperti serombongan cosplayer. Dan menyenangkan sekali mengamati respon orang terhadap cosplay kami.

Mbak Titut yang sering saya temui dalam mata kuliah kajian media, yang mengajarkan bahwa, "dalam penelitian kualitatif, ya kita, peneliti adalah tools-nya. Kalau penelitinya nggak tajam, nggak cerdas, ya jangan harap penelitiannya akan baik". Yang selalu mengingatkan bahwa kita harus memandang segala fenomena sosial dengan God-Eye-View alias harus luas dan lihat ke segala arah. Yang selalu meminta kami untuk baca dan baca dan baca sebelum masuk kelas, untuk terlebih dahulu menjadi pelaku media, bukan hanya analisnya saja. Siapa yang sangka Mbak Titut yang itu yang akan menjadi pembimbing saya. Sungguh saya takut sekali, kali pertama saya dengar kabarnya.

Tapi yang namanya ibu tetap ibu, di ruang sidang sekalipun. Saya bersyukur sekali, sidang yang saya hadapi bukan menjadi ajang keras kepala dan arogansi tulisan yang saya buat. Sebaliknya, sidang saya justru menjadi ajang saya untuk mulai melihat dunia sebagai seorang perempuan. Dan yang terpenting, menjadi ajang bagi saya untuk berani mengapresiasi apa yang saya kerjakan. Sungguh, saya bersyukur diberikan penguji yang begitu hangat, dan menyempurnakan skripsi saya.

Dan untuk itu, saya berterima kasih.

2. Clara Endah Triastuti, ibu satu anak, seorang perempuan, seorang dosen, sekaligus Penguji Ahli yang telah meminjamkan kacamata pengetahuannya pada saya untuk melihat hal-hal yang luput dalam skripsi ini. Untuk semua kekurangan skripsi ini yang Mbak tunjukkan, juga untuk kelebihan skripsi ini yang Mbak apresiasi, sungguh, saya ucapkan terima kasih banyak.

Seri Hortensia #1: Ibu Yang Terlambat Saya Temukan

Buket hortensia yang pertama, ceritanya saya berikan pada seorang perempuan berambut pendek yang anggun sekali. Namanya Billy Sarwono (gelarnya Profesor) yang saya panggil dengan "Mbak Oni" saja. Meski banyak orang manggil beliau Bu Oni. (Di pogram sarjana FISIP UI, ada tradisi memanggil dosen dengan sebutan mbak dan mas, seberapa pun jauh jarak umur antara dosen dan mahasiswa).

Mbak Oni ini, cerdas sekali. Dan baik luar biasa. Saya masih ingat loh, bimbingan pertama, beliau bilang begini pada saya, "Bestari, coba deh kamu tulis apa yang mau kamu tulis. Nggak perlu dikhawatirkan kajian ilmiahnya, teori siapa, sumbernya dari mana. Tulis aja dulu kamu sebenarnya mau ngapain sih? Kalau kayak begini namanya tayloring. Kamu ambil teori-teori terus kamu jahit jadi satu di tulisan kamu. Saya jadi nggak dapet maksudnya apa. Tulis aja dulu, bebas. Nggak perlu ilmiah. Nanti kalau kamu sudah bisa menuangkan apa yang mau kamu tulis, baru saya bantu mengilmiahkannya."

Dalam bimbingan-bimbingan selanjutnya pun, Mbak Oni nggak kalah baik. Beliau benar-benar bantu brainstorming sampai bantu cari metode, kasih pinjam buku-buku, nge-chat saya duluan, telpon saya, dan bahkan mengizinkan saya datang ke rumahnya untuk bimbingan. Yang paling bikin tersentuh, H-1 sidang saya, beliau minta saya ke rumah beliau. Di rumah beliau, kita "simulasi" sidang. Mbak Oni bertanya dan eksplorasi skripsi saya dan saya coba jawab. Terharu sekali, merasa dibimbing dengan segala keilmuan yang dicurahkan buat saya, mahasiswa cupu S1 yang nulis saja masih jelek sekali. Padahal Mbak Oni yang sudah profesor juga membimbing mahasiswa S2 dan S3. Tapi beliau selalu berusaha menjadi pembimbing yang baik tanpa menyepelekan satu mahasiswa pun. Saya merasa beruntung mendapat pembimbing semenyenangkan Mbak Oni.

Dan untuk itu, saya berterima kasih.

1. Prof. Dr. Billy K. Sarwono, M.A. selaku pembimbing skripsi saya, yang membantu proses berpikir dan pengembangan diri saya selama melahirkan skripsi ini. Untuk semua waktu yang Mbak berikan di sela kesibukan sebagai seorang perempuan dan akademisi yang hebat; untuk semua kehangatan obrolan dan kepedulian Mbak, baik di Depok, di Salemba, hingga di teras rumah yang menyenangkan di Pasar Minggu, saya ingin mempersembahkan skripsi ini untuk waktu-waktu tersebut. Saya belajar banyak, Mbak. Terima kasih.

Seri Hortensia: Awal


Salah satu bahasa bunga dari hortensia (hydrangea) adalah terima kasih. Dan melalui rangkaian pos berjudul seri hortensia ini saya mau ngucapin terima kasih untuk beberapa orang yang selama beberapa bulan dan beberapa tahun ini berkontribusi untuk kelahiran anak saya: skripsi setipis delapan puluh satu halaman berjudul Studi Semiotika Roland Barthes terhadap Karya Penulis Perempuan Indonesia (Menilik Ideologi Posfeminisme Leila S. Chudori dalam Novel Pulang). 

Dikarenakan halaman ucapan terima kasih di skripsi yang terbatas sekali, dan berhubung hari-hari ini dekat dengan pekan wisuda, saya ingin mengabadikan rasa terima kasih saya pada orang-orang ini lewat setiap pos seri hortensia. Semoga kalian baca yah~

Enjoy

Wednesday 10 August 2016

Review on Harry Potter and the Cursed Child

Sebagai seorang Potterhead selama bertahun-tahun, saya bisa bilang kalau saya adalah fans yang pilih jalur aman. Saya tidak baca buku-buku Rowling yang lain, saya tidak baca fanfiction, dan saya sama sekali tidak excited ketika berita tentang Cursed Child yang akan di teaterkan maupun Fantastic Beast yang akan difilmkan muncul. Buat saya, Hogwarts selamanya akan jadi fantasi terliar saya, tapi sudah cukup. Cukup ditutup dan disimpan sebagai bagian dari masa kecil yang menyenangkan.



Tapi, sebagai orang yang tumbuh bersama Harry Potter, saya tidak bisa tidak penasaran dengan isi ceritanya. Jadilah saya baca Special Rehearseal Edition Script Harry Potter and the Cursed Child Part I and II dan inilah pendapat saya,

Warning! Contain major spoiler. Do not read unless you have finished the Cursed Child book or if you want to know the story