Pages

Wednesday, 20 May 2015

Week 1: Mencintai (Tuhan) Dengan Ikhlas

Mungkinkah? Manusia mencintai dengan ikhlas?
Berbulan yang lalu, aku menulis dalam sebuah pos di blog ini, mengenai cinta. Dan apa yang kutuliskan kala itu ku dengungkan terus menerus. Dimanapun, karena aku mempercayainya hingga kini. Aku mengatakan bahwa cinta adalah energi positif. Apapun yang membuatmu mau melakukan hal-hal, yang irasional sekalipun, dengan positif, itu adalah cinta. Pada teman, pada benda, pada manusia, siapapun (atau apapun) yang bisa memberi kita energi positif adalah cinta. Maka bohong bila atas dasar cinta, seorang ibu membunuh anaknya. Seorang kekasih membuat pujaan hatinya tenggelam dalam kesedihan, dan seorang murid membuat gurunya murka. Itu bukan cinta namanya, itu adalah bagian dari diri kita yang bersalah dan berusaha menghilangkan disonansi kognitif yang terjadi.

Sunday, 5 April 2015

Pulang

Ini sebuah novel, karya Leila S. Chudori. Ceritanya unik, tentang peristiwa G30S yang mengakibatkan empat orang wartawan dari Indonesia yang diduga dekat dengan "kiri" melarikan diri ke Peking hingga ke Paris. Tentang salah satu dari empat sahabat itu, Dimas Suryo, bagaimana hatinya tertinggal di Indonesia, tertambat pada sekuntum melati yang telah dipetik sahabatnya sendiri, bagaimana Dimas akhirnya bertemu Vivienne, bait puisi yang telah ia genapkan dan bagaimana ia memiliki Lintang sebagai putri tunggalnya.

Yang membuatku merasa novel ini unik adalah, bagaimana cerita yang bergulir dari tahun 1965 hingga 1998 ini dituturkan oleh Dimas dan Lintang. Dan menarik bagaimana mereka menarik pemahaman pada apa yang mereka saksikan dan rasakan. Dan aku sampai pada satu kesimpulan,

"Orangtua adalah yang paling mengenal anaknya, menyaksikan mereka tumbuh, menanamkan banyak hal yang membuat anak mereka what they are today. Tapi sang anak, tidak pernah mengenal orangtuanya. Seberapapun ia tumbuh bersama orangtua, sang anak tidak pernah tahu what makes their parents today. Sang anak tak pernah terlibat dalam masa lalu penuh cerita, penuh duka. Ketersinggungan-ketersinggungan, rasa bersalah, secuil kecil hati yang hilang... Lantas apa yang bisa diberikan oleh anak untuk orangtuanya? Dalam ketidakpahaman?"

While I read this thing I come to recognize that as a daughter I haven't do much for my parents. Well, everybody does. But even the small thing I could do, seperti pemahaman aja belum dilakukan dengan sempurna. Yang ada cuma gerutuan dan enggan yang bahkan tidak pernah coba disembunyikan. Lantas, seperti Lintang, apakah nanti aku siap jika orangtuaku akan pulang? Apakah pemahaman akan mereka justru datang terlambat setelah sudah tidak bisa lagi aku melihat apa yang mereka lakukan?

Anak memang belum pernah menjadi tua, dan kesalahan orangtualah bila melupakan bagaimana rasanya menjadi anak muda (Dumbledore). Tapi tidak ada salahnya kan ketika anak mencoba memahami orangtuanya?

Friday, 6 February 2015

Hmm


 
Yeah, we cannot please everybody. In the end, how hard we try, how much hurt we got when we try to do something people expect us to do, there'll always be something missing in people's eyes. They never see us as a whole and accept it as it is, as well as we to them. The thing is, if we just going to pile those dislikeness and built up a castle around us, being defensive, it is not going to work. it will never going to work.

Then what should we do?

The Lord Of The Rings (by JRR Tolkien)






Aku mengenal novel ini bersama Narnia Series (CS Lewis), Lima Sekawan (Enid Blyton), dan Harry Potter (JK Rowling) tentunya, saat berada di bangku Sekolah Dasar. Dulu, sewaktu masih cupu dan suka-sukanya baca novel high fantasy, Harry Potter jelas jadi favorit (sekarang juga masih) karena ceritanya yang cenderung ringan dan menyimban banyak pesan. Tapi sekarang, semenjak belajar lebih banyak, membaca lebih banyak, ngobrol lebih banyak dibanding waktu SD, oh my God. This novel is so damn good. Tolkien was not create a novel, he create a world.

Dan inilah menurutku, the real meaning of high fantasy. He create a whole new world, that middle-earth thing he wrote were such a world that every character live, has it's own history, has it's own name, has it's own meaning, and have a little portion of contribution for the plot to keep being interesting. 

Dalam middle-earth, kamu akan menjumpai hobbit, dwarf, wizard, elf, ent, troll, orcs, goblin, men. Dan semua makhluk ini memiliki sejarahnya masing-masing. Memiliki ceritanya masng-masing. Memiliki asal-usul dan silsilah keluarganya masing-masing. Bahkan, memiliki bahasanya masing-masing. Tolkien dengan sangat apik menceritakan siapa mereka, darimana mereka berasal, bagaimana keturunannya, bagaimana garis waktunya. Tolkien bahkan menuangkan puisi, kebiasaan khas, dan corak budaya setiap makhluk ini dengan detail, dan nyata. Seolah-oleh middle-earth begitu dekat dengan kita.

Menurutku, Tolkien tidak hanya mencipta sebuah novel, itu adalah karya sastra, sebuah dunia.





"Tidak ada segala sesuatu di bumi ini yang jahat pada awalnya. Bahkan Sauron pun, tidak bermula seperi itu" -JRR Tolkien

Wednesday, 21 January 2015

Sudah Lama ya, tidak menulis

Iya sudah lama sekali blog ini tidak ter-update. Bagaimana kabarku?

Aku sekarang seorang ENFP. Yang jarak antara E dan I nya kecil sekali. Yang mau tau apa itu ENFP atau mau test sekalian bisa di sini. Aku sekarang dua puluh tahun, dan masih sok tau, masih sombong, dan masih jadi anak kedua ibuku.





Aku sekarang bekerja, bukan benar-benar kerja sih, cuma jadi tenaga magang di pusat kajian komunikasi Universitas Indonesia. Mungkin kedepannya aku akan banyak bercerita soal temuanku disini (karena, yes, aku memutuskan akan banyak menulis lagi). Pekerjaan magangku terikat satu project penelitian, dan aku bekerja bersama orang-orang yang luar biasa. Mereka sudah dewasa, hampir tiga puluhan, dan mereka masih memiliki idealisme yang sangat tinggi tentang bagaimana sitem yang baik seharusnya berjalan. Ah, aku belajar banyak bersama orang-orang ini. Di Puska, aku dibayar, tidak seberapa memang, tapi cukup untuk menjadi sumber pendanaan BEM setahun ke depan.

Ya, aku ada di BEM lagi. Entahlah, sepertinya BEM sudah jadi zona nyaman yang baru. terjebak dalam ilusi aku sedang berbuat sesuatu disini. Terjebak dalam bayangan bahwa aku bertemu orang-orang hebat disini. Tapi aku memang menyayangi BEM yang sudah jadi rumah di Depok ini. Mungkin kata orang aku hanya buang-buang waktu, tapi sangat menyenangkan melihat orang berkembang kan? Dan aku menemukannya disini.


Pose Mega ala BPH BEM FISIP UI 2014 ^^

Bersama squad kamed 2012


Aku sekarang adalah anak semester enam. Sudah dua semester ada di peminatan Kajian Media. Ini semseter ketigaku. Aku belajar apa? Banyak sekali. Yang paling penting adalah bagaimana media begitu sangat berpengaruh, dan bagaimana harusnya kita memandang media. Bagaimana melihat segala hal dengan god-eye-view dan belajar untuk tidak mengenaralisir segala hal. Dan yah, sama seperti mahasiswa pada umumnya, aku memiliki dosen favorit di peminatan ini. Satu sejauh ini, berpotensi menjadi dua dosen favorit. Dan sekarang aku kerap membayangkan akan menjadi seperti mereka, mengajar, dan bahagia.

Sekarang aku masih tinggal di kontrakan, bersama teman sekamar yang sudah berganti, Alwiyah namanya, mahasiswa psikologi angkatan 2012. Dia bertolak belakang denganku dalam banyak hal, tapi aku tidak menyesal membagi kehidupan bersama Yaya di kamar kami yang kecil itu.

With Mega @ balai agung

Jadi, inilah Bestari. Dan selamat menikmati tulisan-tulisan yang akan datang tentang Bestari yang sekarang.
Salam peace, love, and gaol.