Mungkinkah? Manusia mencintai dengan ikhlas?
Berbulan yang lalu, aku menulis dalam sebuah pos di blog ini, mengenai cinta. Dan apa yang kutuliskan kala itu ku dengungkan terus menerus. Dimanapun, karena aku mempercayainya hingga kini. Aku mengatakan bahwa cinta adalah energi positif. Apapun yang membuatmu mau melakukan hal-hal, yang irasional sekalipun, dengan positif, itu adalah cinta. Pada teman, pada benda, pada manusia, siapapun (atau apapun) yang bisa memberi kita energi positif adalah cinta. Maka bohong bila atas dasar cinta, seorang ibu membunuh anaknya. Seorang kekasih membuat pujaan hatinya tenggelam dalam kesedihan, dan seorang murid membuat gurunya murka. Itu bukan cinta namanya, itu adalah bagian dari diri kita yang bersalah dan berusaha menghilangkan disonansi kognitif yang terjadi.
Maka dengan penjelasan yang demikian, bisa kita simpulkan bersama bahwa mencinta adalah mencoba memberikan yang terbaik, sebagai ganti kita telah diberi energi positif oleh siapapun yang kita cinta. Bisakah kita melakukannya dengan ikhlas?
Tanpa pernah mengharap apapun sebagai imbalannya?
Tanpa pernah mengharap tatapan mata yang sama darinya?
Tanpa pernah mengharap nilai tinggi darinya?
Tanpa pernah mengharap dia tidak pernah berhenti menghidupi kita?
Tanpa pernah mengharap surga dari-Nya?
Dalam hal mencintai manusia, aku percaya bahwa kita akan selalu bisa melakukannya tanpa imbalan. Tapi itu dulu. Malam ini, ada kesimpulan baru yang muncul, bahwa ketika manusia mencinta pun, ia tak bisa ikhlas sepenuhnya. Ia ingin ada yang kembali. Ia ingin ada yang menjadi imbalan dari segala hal baik yang ia lakukan atas nama cinta. Bahkan sekadar menunjukkan cintanya, adalah bukti bahwa manusia tak bisa ikhlas mencinta saja.
Dalam hal mencinta Tuhan? Ah. Manusia adalah makhluk paling busuk yang penuh tipu daya. Manusia adalah penjilat Tuhan yang sejati. Kau bilang kau lemah dan tak berdaya lalu meminta pada-Nya kan? Lalu ketika badai lautmu itu menghilang dan berlalu, kau kembali menjadi perkasa dan berkuasa. Apa itu namanya bila bukan menjilat Tuhan? Dan Tuhan tahu. Tuhan tahu bahwa manusia adalah makhluk dengan hati congkak dan rapuh. Maka Tuhan ajarkan pada kita menutupi lubang congkak hati kita itu dengan ibadah. Tapi Tuhan tetap tahu bahwa kita tak akan begitu saja menerima perintah-Nya itu. Sekalipun telah Tuhan tulis jelas dalam surat-surat cinta-Nya. Sekalipun telah Tuhan sampaikan jelas pada utusan-utusan-Nya. Tuhan tahu, manusia tak lebih adalah makhluk menjijikkan yang akan meminta imbalan. Tuhan tahu, maka Tuhan ciptakan ketakutan, Tuhan ciptakan penghargaan. Agama-agama samawi di dunia sama-sama memiliki konsep pahala dan dosa. Konsep surga dan neraka dengan berbagai bentuknya.
Konsep itu, memaksa manusia untuk tunduk dan takut. Memaksa manusia untuk menyadari kelemahannya, ketidakberdayaannya. Ibadah-ibadah yang selama ini kamu lakukan, mari kita runut ke belakang. Benarkah hanya berdasar cinta pada Tuhan? atau ada doa-doa yang terselip ingin untuk dikabulkan? Atau ada janji-janji untuk ditukar dengan pencapaian politik? Atau karena tuntutan sosial? Atau sesederhana ingin menjauhi neraka? Dan mencoba mendamparkan diri di surga? Ah, manusia adalah makhluk dengan borok di hatinya. Ikhlas hanyalah kata utopis yang diciptakan untuk membela diri dari disonansi kecongkakan.
Seharusnya, aku tak percaya bahwa manusia bisa mencinta Tuhan dengan ikhlas.
Tapi lucunya, aku percaya.
Dalam islam, ada yang disebut dengan konsep Ihsan (untuk lebih jelasnya, kamu bisa bertanya pada om google). Ihsan artinya baik, biasa diartikan dengan berbuat baik. Salah satu konsep Ihsan adalah Ihsan kepada Allah. Artinya, kita melakukan segalanya dengan niat untuk berbuat baik pada Allah. Nabi Saw ditanya tentang Ihsan, beliau menjawab:” Engkau beribadah
kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak bisa
melihatnya, sesungguhnya Ia melihatmu” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Muslim sendiri percaya bahwa menjadi Ihsan adalah tujuan dari setiap manusia. Menjadi taat dan takut, tanpa mengharap dikembalikan dalam bentuk apapun, adalah pencapaian tertinggi dan mulia.
Utopis ya? Tapi, ketika Muhammad yang diberi gelar Al-Amin itu mengatakannya, bahwa manusia bisa menjadi Ihsan, maka aku percaya.
Kamu boleh bilang aku konyol. Tapi aku percaya bahwa manusia bisa mencinta Tuhan dengan ikhlas. Mungkin karena aku merasakan energi positif yang Tuhan beri padaku. Mungkin karena aku sedang berusaha mencinta-Nya. Dan dengan nama-Nya, aku memulai ini semua.
No comments:
Post a Comment