Kelas spesial kajian budaya |
Kalau membicarakan Mbak Titut, yang paling saya ingat adalah satu hari kelas Kajian Budaya dimana kami diminta untuk memakai pakaian yang tidak semestinya dipakai oleh mahasiswa. Hari itu, teman-teman kajian media saya benar-benar seperti serombongan cosplayer. Dan menyenangkan sekali mengamati respon orang terhadap cosplay kami.
Mbak Titut yang sering saya temui dalam mata kuliah kajian media, yang mengajarkan bahwa, "dalam penelitian kualitatif, ya kita, peneliti adalah tools-nya. Kalau penelitinya nggak tajam, nggak cerdas, ya jangan harap penelitiannya akan baik". Yang selalu mengingatkan bahwa kita harus memandang segala fenomena sosial dengan God-Eye-View alias harus luas dan lihat ke segala arah. Yang selalu meminta kami untuk baca dan baca dan baca sebelum masuk kelas, untuk terlebih dahulu menjadi pelaku media, bukan hanya analisnya saja. Siapa yang sangka Mbak Titut yang itu yang akan menjadi pembimbing saya. Sungguh saya takut sekali, kali pertama saya dengar kabarnya.
Tapi yang namanya ibu tetap ibu, di ruang sidang sekalipun. Saya bersyukur sekali, sidang yang saya hadapi bukan menjadi ajang keras kepala dan arogansi tulisan yang saya buat. Sebaliknya, sidang saya justru menjadi ajang saya untuk mulai melihat dunia sebagai seorang perempuan. Dan yang terpenting, menjadi ajang bagi saya untuk berani mengapresiasi apa yang saya kerjakan. Sungguh, saya bersyukur diberikan penguji yang begitu hangat, dan menyempurnakan skripsi saya.
Dan untuk itu, saya berterima kasih.
2. Clara Endah Triastuti, ibu satu anak, seorang perempuan, seorang dosen, sekaligus Penguji Ahli yang telah meminjamkan kacamata pengetahuannya pada saya untuk melihat hal-hal yang luput dalam skripsi ini. Untuk semua kekurangan skripsi ini yang Mbak tunjukkan, juga untuk kelebihan skripsi ini yang Mbak apresiasi, sungguh, saya ucapkan terima kasih banyak.