Pages

Saturday 11 June 2016

When Love Arrives

Jadi, saya sama Nur Izzatul Muthiah bikin writing challenge lucu-lucuan. Tiap dua minggu sekali kita gantian ngasih tema untuk nulis buat satu sama lain. Maka inilah tema pertama untuk saya: when love arrives.

Seinget saya, saya sering sekali bilang, ke orang orang maupun di blog ini, cinta itu energi positif. Apapun yang membuat kamu jadi lebih baik dari sebelumnya karena seseorang atau sesuatu, itu adalah energi positif. Artinya itu adalah cinta.

Jadi ketika love arrives, ya we have to embrace it tightly. Kita harus memeluk dengan erat segala hal yang membuat kita jadi tambah positif toh? Karena aktualisasi diri ke arah yang lebih baik adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Tapi, yang perlu digarisbawahi adalah it is the love that we need to embrace and welcome, not the man himself. Perubahan diri yang harus kita terima dengan lapang dada dan bahagia. Bukan orangnya. Once we fall hard with some man, we always blinding ourselves. Tricking our heart and assuring our brain that he is the one, that he is the best match for us. Itu kenapa cinta selalu diikuti kata buta dan diawali dengan jatuh. Pasalnya, ketika kita sudah jatuh dan buta, bukan lagi energi positif yang kita dapat, melainkan hanya kecemasan dan kegelisahan. Kalau sudah bukan energi positif, berarti bukan cinta toh?

Lantas apa yang kita lakukan pada dia ketika dia datang? Pilihannya hanya dua, perjuangkan hingga ke pelaminan, atau diam saja. Diam saja. Diam dan mari disimpan baik-baik. Diam dari dia, dan juga diam dari orang-orang lain. Apa yang akan datang dari membicarakannya ke banyak orang? Apa yang akan datang dari mengaguminya melalui cerita kepada orang lain? Selain pengharapan berlebihan dan rasa cemas yang semakin tinggi. Sekali lagi, karena selalu ada jatuh di depan cinta, dan buta di belakangnya.

Saya percaya masanya akan datang di saat cinta mengetuk pintu hati kita dan mempermainkannya. Dan masanya akan datang pula ketika cinta akan mengucap salam dan masuk, alih-alih hanya tersenyum di pintu saja. Tapi sampai cinta siap untuk masuk, maka sebaiknya kita diam saja dan terus memantaskan diri toh? Karena, kata siapa memantaskan diri bukan bagian dari memperjuangkan cinta?




ps: sebenernya gambarnya nggak ada hubungannya sama sekali, I cannot help but loves that pic
pps: saya juga belum bisa mencintai dalam diam, tapi saya ingin belajar. Seperti Ali kepada Fatimah, yang mendapatkannya.
ppps: menulis tema ini, sulit sekali. Karena saya harus benar-benar berpikir dan merasa berulang kali.

No comments:

Post a Comment