Ada satu bagian dalam ilmu komunikasi yang mengumpamakan manusia layaknya lapis-lapis bawang. Berlapis-lapis, dengan kelebaran tertentu, dan pada dasarnya dibalik lapisan-lapisan rumit itu, manusia tak lebih dari sebuah....... apa? kekosongan?
Mungkin kekosongan inilah yang kita kenal dengan tujuan hidup.
Dan selama kita belum bisa menentukannya, maka kekosongan ini akan tetap kosong dan tak terlihat. Hanya ditutupi oleh kepalsuan-kepalsuan lapis-lapis bawang. Hanya dilindungi oleh kelebaran jati diri yang dibentuk--tanpa tahu untuk apa. Atau mungkin sebagian sudah merasa tahu, apa yang diwakili kekosongan ini. Tanpa sadar bahwa bisa saja tujuan itu hanyalah semu. Fatamorgana yang diciptakan sejalan dengan ambisi hidup yang bermunculan. Tujuan hidupnya ada di sana, ya, tapi hanya untuk waktu sementara. Hanya untuk menjawab beberapa pertanyaan. Tapi tidak menjawab semua pertanyaan yang muncul dari jawaban itu.
Sebagian lain sudah mengisi kekosongan dengan Dzat yang solid. Yang tak tergoyahkan, yang siap untuk diyakini. Tapi ternyata lapis-lapis bawangnya tidak merepresentasikan tujuan hidupnya. Kamu tahu? Seperti berharap pergi ke Rinjani tapi kamu memilih jalan ke arah Sumatra. Kekosongan yang solid ini, bukan lagi tertutup oleh lapis-lapis kepalsuan, tapi sudah tersembunyikan oleh kebohongan besar.
Apa yang dicari manusia?
Untuk bisa mengerti dirinya sendiri, manusia terus menjelajah lapisan bawang. Satu per satu. Dan ketika lapisannya sudah terkupas habis, apa yang ditemukan manusia sebagai intinya?
Apa yang dicari manusia?
Pada mulanya manusia memang hanya lapisan kosong.. Pada akhirnya, terserah padamu akan mengisi kekosongan ini dengan apa
No comments:
Post a Comment