Beberapa hari yang lalu, seorang senior bertanya, apa yang mau kulakukan setelah kuliah?
Sekarang, sepertinya aku sudah menemukan apa yang ingin kulakukan. Aku ingin menulis. Menulis apa? Apapun. Aku ingin ikut membangun pendidikan di Indonesia. Sehingga nanti, anak cucuku tidak lagi menikmati pendidikan yang membunuh kreativitas. Tidak lagi menikmati pendidikan yang berbasis keseragaman. Tidak lagi pendidikan dengan segala teori asal barat itu. Aku ingin menulis. Segala hal. Untuk membuka pikiran, untuk membaginya. Untuk menjadi Aristoteles modern yang mewariskan begitu banyak hal. Aku ingin menjadi penulis yang teorinya dibicarakan. Yang hipotesisnya dicobajelaskan. Yang karyanya dibaca. Aku ingin membangun pendidikan di negeriku ini.Dengan banyak orang naif yang tinggi harapannya. Dengan banyak orang pintar yang selalu mengkritik apa yang terjadi. Aku ingin menjadi ide dan menyebarkannya. Menjadikan Indonesia lebih baik dan lebih baik lagi. Mewujudkannya lewat tulisan. Menulis. Aku ingin menjadi penulis. Yang tintanya sanggup menjadi pilar bangsa. Yang goresannya sanggup menjadi kerangka kehidupan bangsa. Aku ingin menulis, sebagai wujud cintaku pada negeri ini. Sebagai tanda sayangku pada anak cucuku, Sebagai bukti bahwa aku peduli.
Aku ingin menulis.
Monday, 15 April 2013
Tulis, dan bersiaplah tercengang
Keajaiban.
Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan kehidupanku. Bagaimana bisa seorang anak yang suka bolos, yang matematikanya pernah dapat 3 bisa ranking satu di kelasnya? Bagaimana bisa seorang anak yang bahkan shalatnya belum sempurna bisa menjadi murid SMP 3? Dan disana ia berkarya. Disana ia belajar menjadi pemimpin bersamaan dengan mengukir nama di piala peringkat satu lagi. Bagaimana bisa seorang anak pemalas yang suka tidur mendapatkannya? Ia bahkan terdaftar menjadi siswa SMA Negeri 5 mengalahkan ratusan orang. Yang tes nya ia lalui tanpa persiapan. Itu semua, tak lebih dari sebuah keajaiban. Rentetan keajaiban sepanjang hidupku. Tapi siapa yang menjamin keajaiban itu terulang. Sekarang. Seiring dengan semakin aku mengenal Tuhan. Seiring dengan bertambah panjangnya daftar orang yang kusayangi. Aku lebih akrab dengan kata belajar. Aku lebih senang di jalan perjuangan. Dan bila keajaiban itu sekali lagi datang. Membawaku ke kampus kuning. Aku tak kan heran. Karena keajaiban kali ini, benar-benar akan menjadi buah perjuangan yang selama ini kulakukan.
Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan kehidupanku. Bagaimana bisa seorang anak yang suka bolos, yang matematikanya pernah dapat 3 bisa ranking satu di kelasnya? Bagaimana bisa seorang anak yang bahkan shalatnya belum sempurna bisa menjadi murid SMP 3? Dan disana ia berkarya. Disana ia belajar menjadi pemimpin bersamaan dengan mengukir nama di piala peringkat satu lagi. Bagaimana bisa seorang anak pemalas yang suka tidur mendapatkannya? Ia bahkan terdaftar menjadi siswa SMA Negeri 5 mengalahkan ratusan orang. Yang tes nya ia lalui tanpa persiapan. Itu semua, tak lebih dari sebuah keajaiban. Rentetan keajaiban sepanjang hidupku. Tapi siapa yang menjamin keajaiban itu terulang. Sekarang. Seiring dengan semakin aku mengenal Tuhan. Seiring dengan bertambah panjangnya daftar orang yang kusayangi. Aku lebih akrab dengan kata belajar. Aku lebih senang di jalan perjuangan. Dan bila keajaiban itu sekali lagi datang. Membawaku ke kampus kuning. Aku tak kan heran. Karena keajaiban kali ini, benar-benar akan menjadi buah perjuangan yang selama ini kulakukan.
280420121515
Grand city
Itu adalah sepotong mimpiku yang tertulis. Dan aku tercengang. Kini aku terdampar di kampus kuning. Keajaiban yang telah kupastikan.
Subscribe to:
Posts (Atom)