Pages

Sunday, 14 April 2019

Tentang Menjaga Hubungan

Beberapa bulan lalu, atau mungkin beberapa tahun lalu, entahlah, saya ngobrol sama seorang teman. Dia bilang kalau dalam hubungan persahabatan dia selalu ada yang ngasih lebih banyak. Hubungan dengan si A misalnya, teman saya ini lebih banyak ngasih. Sementara dengan si B, teman saya lebih banyak diam dan menerima.

Definisi ngasih dan nerima ini bisa jadi banyak hal, mulai dari cerita-cerita, ungkapan kasih sayang, perhatian, dan sebagainya dan sebagainya. Menariknya, semua hubungan ini tetap berjalan dengan baik-baik saja karena memang ekspektasinya sudah terpeta. Dan kedua belah pihak sama-sama paham. Misalnya saja, saya nggak akan berharap blueberry tanya kabar saya duluan karena dalam hubungan kami, saya yang tanya duluan. Atau, saya tidak akan kaget kalau alpukat tiba-tiba kirim hadiah ke rumah karena begitulah hubungan kami.

Dalam hubungan antar-pribadi, dua belah pihak punya pengalaman yang sama dalam menjalani hubungan diantara mereka. Jadi, ekspektasinya sudah terpeta. Dan bukankah hubungan yang paling baik adalah hubungan yang keduanya memahami ekspektasi satu sama lain? Tidak ada tuh istilah harapan palsu dalam hubungan yang sehat karena tidak main kucing-kucingan. Ekspektasinya jelas, jadi tidak ada kekecewaan.

Ironisnya, kadang adanya pemahaman ini membuat kita jadi menganggap remeh makna seseorang dalam hidup kita. Adanya pemahaman bahwa orang lain memang tidak akan berusaha lebih dulu kadang membuat kita bertanya, apa artinya kita memperjuangkan sendirian? Ironisnya, meskipun ada pemahaman, hubungan di mana yang satu memberi lebih banyak dibanding yang lain, justru membuat hubungan itu sendiri rapuh. Karena hubungan itu seperti cermin, seperti gaya, kita baiknya menerima sebanyak yang kita beri.

Saya pernah menulis di blog ini bahwa sebanyak apapun kita memberi cinta, kasih sayang, semuanya akan kembali meski tidak dengan cara yang sama. Meski tidak melalui orang yang sama. Ini berlaku untuk semua jenis hubungan ya. Termasuk untuk hubungan keluarga, yang paling kuat pemahamannya, tapi mungkin menjadi yang paling rapuh karena tidak pernah dipelihara.

Intinya, hubungan yang sehat memang bermula dari pemahaman, tapi hubungan yang sehat juga harus diiringi dengan usaha satu sama lain untuk memberikan perjuangan dan keringat yang sama dalam menjaga hubungan. Supaya suatu saat ketika kita tidak lagi ketemu dengan sahabat atau mantan kita, bukan kita sendiri yang hatinya sakit saat duduk di kafe yang biasa didatangi bersama.

Mungkin inilah kenapa orang dewasa punya sedikit teman ya. Menjaga hubungan itu super susah!

No comments:

Post a Comment