Pages

Thursday 30 May 2013

Apa lagi yang bisa kita beri?


Tak perlulah kita katakan bahwa perjuangan harus lebih pintar, ketika alasan itu membuat perjuangan tidak pernah kita mulai.Tak perlulah kita katakan bahwa seharusnya begini dan begitu, jika alasan itu membuat kita tidak bergerak sama sekali.Tak perlulah kita menunggu menjadi orang besar, hebat dan punya kuasa, jika alasan itu membuat kita lupa melindungi yang bisa kita lindungi sekarang.

Buktikan bahwa masih ada yang mau mendengar dan membantu mereka yang membutuhkan. Bahwa masih ada yang mau memberikan kehangatan hatinya bagi mereka yang tengah dilahap dinginnya kesedihan. Bahwa masih ada yang menyumbangkan kobaran semangatnya, di tengah perjuangan mempertahankan ruangan 3x3 meternya bernama kehidupan.

Monday 13 May 2013

Dari sebuah blog yang sudah hilang

Jalan cinta: Jalan cinta-Nya

Februari 2002, kelas 1 SMP
Cinta? Hmm…entahlah…tidak mengerti. Rena lantas melanjutkan mengerjakan soal matematika tugas dari gurunya saat itu. Bab persamaan garis. Ah, kenapa ada orang yang bisa menjabarkan logika seperti ini? Tersenyum sendiri menghadapi soal yang rumit itu, dan perlahan menyelesaikannya. Sepasang temannya yang saling berdekatan di depannya tadi tak lagi menarik perhatiannya. Pikirannya penuh, tapi bukan dengan matematika. Tapi surat arrahman yang dibacanya semalam. Maka nikmat Tuhanmu yan manakah yang kamu dustakan?


Februari 2004, kelas 3 SMP
Valentine? Hmm…baru dengar…tapi, so what? Kawan se-geng Rena ribut dengan gebetan dan coklat. Rena sempat ingin menawarkan biar dia yang menjual coklat pada mereka, hitung-hitung momen. Bisa untung besar nih..gumamnya.
“Rena, kasih coklat ke siapa?” salah satu temannya nyeletuk.
“ngga ah..” jawabnya. “mau kasih kue aja, lebih murah..” lanjutnya. (Krik..krik..polos). “kalau ngga tanggal 14 juga boleh kan? Masih mau nyebar kupon infaq Qurban nih. Bye,” lalu melenggang pergi. Baru beberapa langkah, dia berbalik. “eh, kalau kalian mau bikin coklat, aku ikut ya? Mau liat caranya, buat dijual hehe…dadah!” rena berlari ke ruang Osis, merekap kupon infaq Qurban.


Februari 2007, kelas 3 SMA
Naksir? Ngga ah, biasa aja. Tapi ternyata cowok itu benar-benar menarik perhatian Rena. Cakep sih, terus apa?
“udah deh, naksir mah naksir aja. Bilang gih sono,” seorang sahabat mendesak. Rena hanya tersenyum. “nah, pas kan, besok tanggal 14.” Tambah temannya lagi.
Rena mendekatkan wajahnya pada wajah sahabat terdekatnya itu, lalu berbisik sambil mencubit pipinya. “kalau gitu, aku sayang sama kamu. Hahaha,” Rena tergelak dan kabur dari kejaran sahabatnya.


Februari 2010, kuliah tingkat 3
Masya allah…sudah begini jauh? Rena bukan sedang merenungkan kuliahnya yang menjelang akhir dan masih tetap tidak menggandeng siapapun, yang kemudian menjadi protes keluarganya. Tapi melihat produk paket valentine di salah satu mini market di kawasan pendidikan, berisi dua kotak coklat…dan kondom. Betul-betul momen menguntungkan..untuk setan jin dan manusia.


Februari 2003, Kelas 2 SMP, bukan rena.
Dika memperhatikan gadis kecil berjilbab mungil, teman sekelasnya. Saat itu memberanikan diri duduk di bangku sebelahnya, mengerjakan soal matematika, bab struktur bangun. Di sela-sela soal…
“Ren, pacar kamu siapa?” tanyanya.
“Ga ada.” Jawab gadis itu.
“Oh…” perasaannya lega. Dia tidak pernah berani mendekati gadis itu.
“Eh, tapi…ada deng.” Dika sedikit terkesiap. Lalu gadis itu melanjutkan, “Allah dan Rasul.”


Februari 2011, Kuliah tingkat akhir, masih Dika
Memandangi Rena dari kejauhan, sambil bergumam…kalau aku ada bersama Allah dan Rasul, bolehkah aku juga bersamamu?

Dari lautanhati89.wordpress.com 
Entahlah, selalu suka cara manusia mencintai dalam diam

Sang Waktu



Pernahkah kamu mengamati wajahmu?

Tentu saja. Kamu tumbuh dengan becermin. Hampir setiap hari kamu akan mematut diri dan memastikan bahwa kamu terlihat oke untuk beredar di tengah manusia lainnya. Kebiasaan itu, keseharian itu, membuat kamu merasa kamu tak pernah berubah...

Tapi ada sebuah teknologi bernama foto. Yang dapat membekukan waktu dan menjadi mesin kecil yang siap membawamu bernostalgia, membawamu rindu pada kedamaian masa lalu dan ingin memeluk lagi perasaan itu.

Pernahkah kamu perhatikan wajahmu di foto?

Betapa banyak kamu berubah. Betapa senyum ceria tak tahu malu itu kini dapat berubah menjadi senyum sopan ketika tertawa politis atau senyum bahagia yang jarang muncul. Betapa gurat-gurat wajah penuh kebahagiaan itu kini berubah menjadi gurat-gurat kematangan seiring bertambahnya usia. Betapa sosok tubuh yang mungil dan rapuh itu kini berubah menjadi wanita yang sedang berpura-pura kuat? Kamu tidak merasa, tapi foto itu menjadi bukti nyatanya.

Time heals everything, they said. It does. Tapi waktu mengukir kenangan lebih dalam lagi. Yang tidak kita sadari. Sedihnya, kenangan itu, yang sudah tersimpan jauh di belakang kepala, hanya mampu terpanggil oleh beberapa foto usang atau video singkat yang konyol.

Betapa cepat waktu berlalu... Betapa cepat kamu berubah... Betapa lamban kamu berlari menyongsong mimpi...

Penantian? Mungkin...



Hei, sebenarnya apa artinya? Sebenarnya sahabat itu apa? Teman, rival, keluarga, apa arti semua ini sesungguhnya? Baru saja membaca sesuatu yang luar biasa. Tentang sebuah penantian. Ya sebuah penantian persahabatan. Hmm, nggak cuma cinta yang menanti dengan indah seperti yang kita bayangkan selama ini. Persahabatan juga penantian. Menanti saat yang tepat ketika tercipta kesamaan diantara mereka. Menanti saat yang tepat untuk berbicara. Menanti orang yang tepat untuk dijadikan sahabat. Menanti sahabat itu datang. Bahkan ketika si sahabat mungkin sudah berada di dekat kita, kita tetap akan menanti.

Bagiku bullshit ketika kamu bilang bahwa persahabatan itu harusnya tulus, tidak mengharap apa-apa. Justru persahabatan yang tulus, bagiku adalah persahabatan yang penuh dengan harapan. Penuh dengan penantian. Apakah dia akan mendengar ceritaku? Apakah dia ingin cerita padaku sekarang? Apa dia sedang kosong sekarang? Apa dia marah padaku? Kenapa dia tidak cerita dia baru saja putus? Kira-kira dia mau menemaniku belanja nggak ya? Dia bawa payung nggak ya? Harapan-harapan seperti itu, penantian seperti itu, kecemasan seperti itu, itulah persahabatan...

Sebuah tulisan indah yang baru saja kubaca. Mengingatkanku bahwa, mungkin menemukan sahabat tak semudah itu. Ada orang-orang yang sekadar lewat dalam hidup kita. Ada yang lewat dan meninggalkan jejaknya. Ada yang datang dan mengukirkan namanya sebelum pergi. Tapi ada yang datang dan enggan beranjak. Aku tak bilang bahwa persahabatan harus selamanya. Bahkan tak masalah jika kamu hanya bertemu sahabatmu selama dua hari penuh. Tapi ketika kamu hidup dengan sedikit semangat darinya, dengan perasaan bahwa ia hidup dengan secuil semangat darimu, maka dia datang dan enggan beranjak.

Penantian adalah sesuatu yang indah. Karena di ujungnya, kamu menemukan kebahagian yang luar biasa, pertanda penantian itu usai. Tapi sebuah persahabatan, merupakan penantian panjang setiap harinya, tapi merupakan ujung setiap harinya pula. Karenanya, persahabatan begitu indah.

Karenanya, kalian begitu indah...

Mereka bilang persahabatan tidak bisa dibeli? O’o mereka salah. Justru persahabatan harus dibeli dengan harga yang sangat mahal: penantian.

Oya, sekali lagi kukatakan, cinta itu energi postif. Maka dari energi itulah kita mampu bertahan dalam penantian panjang persahabatan.

Karena kita mencintainya.

Monday 6 May 2013

Hei



Hei, mungkin ini akan sedikit konyol dan sangat terlambat. Mengingat sudah hampir setahun kami berpisah jalan. Tapi izinkanlah aku memperkenalkan sebuah keluarga yang sangat aku sayangi. Yang surprisingly, senyum beku mereka semua dalam foto, mampu memberikan setitik semangat lagi. Ternyata aku begitu menyayangi mereka.

Namanya kempit. Kelas smala pitu. Dinamakan demikian karena kami penghuni generasi tujuh. Tiga tahun kami bersama. Ada konflik? Jelas. Bohong bila kukatakan tidak. Tapi, tak satu pun dari konflik dan perbedaan pendapat itu, mengikis rasa sayangku yang luar biasa pada tiga puluh satu makhluk unik ini. Hmmmm, aku sudah lupa, tapi tidak ada salahnya mencoba mengurutkan nama mereka.


Abdi. Iprit. Anton. Diva. Bos. Arya. Dina. Bima. Dea. Dian. Edo. Galuh. Greg. Bibul. Bes. Koko. Intan. Litha. Tika. Nggiek. Ndek. Mede. Pm. Quro. Rendi. Susi. Omce. Babi. Vicky. Ayug. Dini. Agan.

Wuaaa, ternyata masih inget. Di luar kepala. Tanpa satu pun yang tertinggal. Aku pernah bilang bahwa cinta itu energi postif. Bertemu kalian, mengenal kalian, menumbuhkan semangat juang baru buatku. Mengubahku menjadi Bestari yang baru. Kalian mungkin nggak sadar sebanyak apa yang sudah kalian lakukan untukku. Aku pun nggak sadar. Cukup kita sama-sama tahu bahwa kalian sudah membuatku memberikan segala rasa sayangku.

Demi apapun, aku sayang kalian.